Hari itu, kemarin, ponselku cukup ramai dengan pesan-pesan yang dikirimkan oleh teman-temanku. Dari yang mendoakan, menagih cerita, sampai ada sedikit yang 'bertanya-tanya'. Satu-dua pesan membuat tertawa, tiga-empat lainnya membuat gusar, dan sisanya membuatku terus berdoa. Tapi diantara itu semua, ada sebuah pesan yang membuatku agaknya bisa sedikit menghela napas lega. Menenangkan.
Pesan itu dikirimkan oleh salah seorang temanku yang sudah terlebih dahulu merasakan apa yang mungkin saat ini sedang aku rasakan. Sejujurnya pesannya tidak terlalu panjang, hanya saja membekas dan ketika dibaca seperti ada banyak sekali makna yang terkandung di dalamnya. Tentu saja aku terharu saat membacanya. Lalu beberapa pesan setelahnya juga berisi nasihat-nasihat dan doa-doa bermakna, yang diakhiri oleh cerita pengalaman dirinya.
Dan saat membaca pesan itu, sejenak aku berpikir. Mungkin kah wajar dengan apa yang aku rasakan saat ini? Mungkin kah masih ada pertanyaan yang belum terjawab? Mungkin kah masih ada masalah yang belum terselesaikan? Rasanya menghitung hari semakin memberatkan. Rasanya seperti ada kekhawatiran dan keraguan yang masih sesekali terlintas dan memenuhi kepala. Rasanya seperti tidak percaya dan tak tahu harus berbuat apa, hingga akhirnya aku pun memberanikan untuk bertanya.
"Tapi X, aku salah nggak?"
Pertanyaan singkat yang rupanya memberikan jawaban yang begitu panjang. Tapi sayangnya, dari semua jawaban dan saran yang diberikan, rasanya aku tidak bisa melakukannya. Rasanya sudah terlambat untuk melakukan itu, dan seperti sudah bukan lagi masanya. Lalu aku berdoa, dan berkata padanya bahwa mungkin doa adalah jawaban terbaik dari apa yang telah terjadi. Dan temanku itupun mengakhiri cerita malam itu dengan sebuah kalimat.
"Yasudah, kamu yang lebih tahu apa yang terbaik untukmu. Doakan saja, toh bukan kamu yang lebih dulu berbelok, tetapi dia, bukan? Mimpi itu, cita-cita itu, justru lebih dulu dimusnahkan olehnya sebelum kamu. Makanya, untuk hal yang satu ini, kamu harus belajar untuk membuang jauh-jauh perasaan tidak enakan dan rasa bersalahmu itu. Karena justru seharusnya yang merasakan hal itu adalah dia, bukan kamu."
Yang membuatku terhenti untuk berpikir banyak-banyak.