Di suatu malam di hari keempat belas bulan Ramadhan.
"Aku iri tahu (mbak) sama kamu. Kerja di kantor yang suasananya islami, jadi kalau mau sholat pasti banyak temannya, dan di kantor juga ada banyak perempuannya. Terus, teman-teman kantor isinya orang-orang yang bisa diajak dateng ke kajian gitu. Ngajakin malah, ya kan?" Ujar seorang perempuan berkerudung hitam yang duduknya paling pojok.
"Masya Allah. Aku lebih iri sama kamu tahu (mbak). Soalnya belum tentu dengan suasana kantor aku yang kayak kantor kamu sekarang, aku masih bisa istiqomah buat shaum sunnah dan sholat tepat waktu, di masjid lagi. Kalau sholat kamu ke masjidnya sendirian terus, kan? Udah gitu, bukannya malah kebawa arus, kamu malah berusaha menghindari arus dengan terus mencari lingkungan baru; sendirian juga." Balas seorang perempuan berkerudung cokelat tua yang duduk tepat di hadapan perempuan berkerudung hitam tadi.
Sejenak mereka berdua terdiam, sampai seorang perempuan berkerudung biru navy yang sejak tadi sedang melipat mukenahnya pun ikut menimpali. "Tapi (mbak), seharusnya aku yang iri sama kalian berdua. Kalian enak, dikasih nikmat buat bisa kerja di kantor begitu, jadi setiap bulannya pasti punya penghasilan yang tetap lah istilahnya. Sedangkan aku cuma buka warung di rumah, yang penghasilannya tergantung ramai tidaknya warung."
"Tapi bukannya lebih enak, (mbak)? Kerja di rumah bisa sekalian birrul walidain, kan? Kan itu keinginan (mbak) selama ini, ingin menjaga kedua orang tua sebelum akhirnya dibawa suami." Ujar perempuan berkerudung hitam lagi.
"Iya gitu. Terus juga warung (mbak) Alhamdulillahnya besar dan laku terus selama ini, kan? Sebulan omsetnya akhir-akhir ini selalu lebih besar daripada gaji kami berdua." Tambah perempuan berkerudung cokelat.
Lalu mereka bertiga pun kembali terdiam, sebelum setelahnya langsung mengucap istighfar dan hamdalah sebanyak-banyaknya. Rupanya mereka kelewat berharap dan jadi lupa bersyukur. Padahal nikmat Allah bagi mereka sudah kelewat banyak.
#bagiandarijurnalkajian
Lagi-lagi diingatkan soal bersyukur
dan sekali lagi redaksinya tidak akan selalu sama
Lagi-lagi diingatkan soal bersyukur
dan sekali lagi redaksinya tidak akan selalu sama