Sabtu, 26 Maret 2017. |
Iya, waktu itu pembimbing duaku mempertanyakan hasil kinerjaku selama ini. Katanya, apa yang aku kerjakan selama ini tuh belum layak disebut sebagai TA. Perasaan aku benar-benar nggak karuan saat itu, dan aku juga berusaha biar nggak nangis di situ. Iya lah, masa iya aku nangis di ruangannya beliau? Malu dong, hehe. Dan setelah beliau selesai menceramahiku, aku pun langsung jalan cepat gitu ke lab MM. Niatku waktu itu cuma satu, pengen nonton video-video lucu biar aku nggak nangis. Soalnya waktu itu, perasaanku benar-benar lagi campur aduk banget.
Dan waktu akhirnya aku bisa duduk di depan komputer, tiba-tiba Hilmy yang duduk di sebelahku itu manggil aku. Mungkin karena emang perasaanku yang lagi kacau, mata aku mungkin juga agak keliatan sedikit berkaca-kaca. Jadi ya gitu, Hilmy manggil aku dan nanyain aku lagi kenapa. Ya udah deh, kayak bom aja gitu, aku jadi nggak bisa nahan air mata lagi dan malah nangis di depan Hilmy waktu itu. Malu banget, Ya Allah malu banget. Si Hilmy juga kayaknya jadi bingung gitu ngeliat aku yang tiba-tiba nangis. Dan ya udah, aku cuma bilang ke Hilmy kalau aku belum bisa sidang, terus langsung buru-buru pergi ke kamar mandi buat nangis sejadi-jadinya. Dan setelah puas nangis di kamar mandi, aku langsung pulang ke kos gitu aja dan nggak balik ke lab MM lagi, soalnya masih malu buat ketemu Hilmy. Tapi cuma beberapa menit aja aku bisa tahan di kos karena emang laptop dan hp aku masih di lab, jadinya bingung juga aku mau ngapain di kos. Akhirnya aku pun memberanikan diri balik lagi ke lab, nyalain komputer dan pasang headset; mengabaikan Hilmy yang ketawa-ketiwi di sebelahku.
Tapi meskipun mungkin pembimbing duaku udah nggak percaya lagi sama kemampuanku, tapi aku masih punya harapan di pembimbing satuku. Makanya waktu itu malamnya aku masih tetap berusaha semaksimal mungkin buat ngelanjutin pengerjaan TA-ku itu, soalnya besok aku bakal bimbingan sama pembimbing satuku. Dan memang ya, pembimbing satuku itu benar-benar terbaik. Beliau benar-benar lebih menghargai proses daripada hasil, sehingga sewaktu aku bimbingan beliau sama sekali nggak pernah mengatakan bahwa aku udah gagal. Malah beliau sangat mendukungku untuk tetap mendaftar di sidang periode kedua itu. Tapi bukan berarti pembimbing duaku itu jahat, ya. Mungkin beliau memang kecewa denganku yang jarang bimbingan, dan memang tidak pernah melihatku mengerjakan TA, sehingga wajar kalau kemarin beliau berkata begitu.
Dan ya gitu. Alhamdulillah akhirnya aku pun bisa mendaftar di sidang periode itu. Tapi meskipun aku sudah mendaftar sidang, bukan berarti setelahnya aku malah jadi santai-santai. Enggak sama sekali. Setelah berkas-berkas sidang udah lengkap dan di-approve sama Pak Ajid (bapak admin yang paling baik dan tidak jutek di kampus), aku tetap fokus sama pengerjaan TA-ku. Pembimbing satuku itu juga jadi lebih strict dan lebih cerewet dari biasanya. Hasil kodingan, hasil pengujian, buku TA, semua dikomentari-dibahas-dan dicoret-coret. Pokoknya benar-benar udah nggak ada waktu buat main-main lagi. Sampai akhirnya jadwal sidang pun keluar.
Ya Allah. Waktu jadwal sidang itu keluar, aku benar-benar yang kayak deg-degan sampai gemeteran gitu. Iya, aku sampai kayak gitu, nggak tau kalau kalian. Pokoknya aku sampai meluk temanku―Sitah―yang waktu itu pertama kali ngasih tahu kalau jadwal sidang udah keluar. Pengen nangis pun udah nggak bisa, dan teriak juga nggak mungkin. Intinya jadwal sidangku itu sangat dekat dengan hari dimana pengumuman jadwal itu keluar. Aku jadi kalang kabut dong. Dan aku benar-benar nggak tidur beberapa hari itu. Benar-benar ngerjain, ngerjain, dan ngerjain terus. Bahkan aku sampai bimbingan via what*app sama pembimbing satuku itu di pagi-pagi buta, sekitar jam setengah 3 pagi. Bukan aku yang pertama kali menghubungi beliau loh ya, tapi beliau sendiri yang menghubungiku, jadi aku bukan mahasiswa yang tidak tahu diri.
Tapi meskipun sudah sampai segitunya, tetap saja lagi-lagi pembimbing duaku itu kembali membuatku menangis. Jadi waktu itu, aku dipanggil lagi sama beliau buat menemui beliau di ruangannya. Saat itu nggak cuma aku yang dipanggil, tapi ada satu temanku yang sudah sidang dan lagi bimbingan revisi gitu. Terus tiba-tiba, pembimbingku itu bilang gini. "Kamu memangnya udah siap buat sidang besok? Saya nggak khawatir sama TA kamu, saya malah khawatirnya sama kamu. Lihat nih, emang perhitungan begini bisa dipake buat hasil akhir TA kamu?" Begitu pokoknya. Padahal, perhitungan yang aku tulis di buku TA itu tuh udah sesuai sama pembimbing satuku. Tapi ternyata tidak sesuai sama pemikiran pembimbing duaku. Dan aku juga sudah menjelaskan dengan sedetail-detailnya saat itu, tetapi ternyata hasilnya tetap nihil. Aku tetap harus mengganti cara perhitunganku itu. Di saat aku harus sidang besok siang. Iya, besok siang harus sidang, tapi aku harus nge-running ratusan dataset itu lagi untuk pengujian.
Tentu saja waktu itu rasanya aku pengen nangis sejadi-jadinya, tapi lagi-lagi aku tahan kuat-kuat. Apalagi di situ ada temanku yang kelihatannya juga agak kasian gitu sama aku, terlihat dari raut wajahnya sih. Dan pas akhirnya aku keluar dari ruangan pembimbingku itu, aku sengaja ngelama-lamain gitu jalan ke lab MM-nya. Aku berusaha mengatur emosi dan perasaan dulu, takut nanti tiba-tiba ditanya lagi sama anak-anak di lab. Eh, tapi ternyata sewaktu aku sampai di depan proclub, tiba-tiba salah satu temanku―Shamila, yang biasa aku panggil Sem―keluar dari ruangan dan memanggilku; menanyakan bagaimana hasil bimbinganku saat itu.
Karena berkaca dari kejadian sebelumnya dan tidak mau itu sampai terulang lagi, aku pun langsung minta ke Sem itu untuk tidak perlu banyak nanya dulu. Tetapi mungkin dia malah jadi semakin penasaran ya, dan malah langsung memegang pundakku dan kembali menanyakan hal yang sama. Alhasil, ya sudahlah, aku kembali menangis saat itu. Benar-benar nangis yang nangis sejadi-jadinya gitu, padahal saat itu aku masih berdiri di depan proclub. Untungnya koridor gedung E lagi sepi waktu itu, jadinya tidak ada satu orangpun yang melihatku menangis selain Sem. Dan Sem pun waktu itu langsung memeluk dan menenangkanku. Iya, dia memang memelukku. Tapi setelahnya dia juga yang menjadikan tangisanku itu sebagai bahan ejekan setiap kali kami bertemu dengan teman-temanku yang lain. Menyebalkan sekali. Tetapi aku tetap sayang Sem, sih, hehe.
Tapi mau bagaimanapun, sesedih dan sekecewa apapun itu, besok aku harus tetap sidang, kan? Makanya malam itu, aku benar-benar tidak tidur. Aku mengulang pengujian dari awal dan mengganti rumus dan hasil akhir di buku TA-ku. Sampai paginya pun aku masih terus ngerjain, sampai sekitar jam 6 pagi. Dan ya udah, setelah itu aku langsung pulang, mandi, dan kembali lagi ke kampus buat nyetak buku TA-ku itu biar bisa dilihat sama penguji dan pembimbingku nanti. Pokoknya aku benar-benar sibuk, dan sampai harus lari-lari juga buat nyari OB yang biasa megang kunci ruang rapat dosen. Iya, jadwal sidangku itu jam 1 siang di ruang rapat dosen. Dan saat itu, aku dibantu oleh teman terbaikku―Devi―yang memang sudah sidang seminggu atau dua minggu sebelum aku sidang hari itu.
Singkat cerita, aku baru selesai mempersiapkan semuanya itu sekitar jam 10-an. Dan setelah selesai sholat Dhuha, aku waktu itu cuma duduk-duduk aja di sofa lab MM sambil nunggu jam 1 siang. Soalnya kata teman-temanku yang sudah sidang, beberapa jam sebelum sidang tuh kita nggak boleh stress dan harus menenangkan diri. Makanya waktu itu aku milih buat duduk-duduk aja sambil ngobrol-ngobrol sama Devi, Ike dan Kak Panda. Oh iya, Ike ini dulunya adalah teman SMP-ku yang nggak disangka-sangka juga jadi teman sekelasku di kampus. Dan kalau Kak Panda, beliau ini kakak tingkat yang menjadi kakak semua anak matlab di lab MM. Beliau kakak yang paling care diantara semua kakak yang ada lah pokoknya. Dan waktu itu, kata Kak Panda, wajahku benar-benar kayak mayat gitu, pucat banget. Emang sih, kebetulan hari itu aku juga sedang tidak enak badan karena beberapa hari sebelumnya kurang tidur. Badanku agak panas dan aku juga sedikit flu. Tapi mau bagaimana lagi, siang itu kan aku harus tetap sidang.
Dan seiring dengan berjalannya waktu, waktu yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Iya, akhirnya aku pun masuk ke ruangan sidang sekitar jam setengah 1 lebih setelah selesai sholat Dhuhur, ditemani beberapa teman-temanku.
- To be continued.