Sembari menyunggingkan senyum yang agak sedikit canggung, perempuan itu berjalan ke pojokan surau yang paling belakang; mendekati perempuan lain yang tengah duduk sambil memegangi Al Quran dengan satu tangan. Belum sempat ia mengambil posisi duduk dengan sempurna, tiba-tiba saja perempuan di hadapannya itu langsung mengulurkan tangannya―mengajaknya berkenalan. "Nama saya Dizi. Kamu siapa?"
Sejenak perempuan itu terdiam, menatap perempuan berkerudung merah jambu yang tadi dilihatnya itu dengan tatapan yang tampak sedikit keheranan. Tentu saja ia merasa semakin canggung setelah ditodong pertanyaan seperti itu. Namun, melihat senyum tulus yang terpancar di balik wajah perempuan tadi, ia pun menyambut uluran tangan perempuan yang kini sudah sempurna berada di sampingnya. Tentu saja perempuan itu hanya menyebutkan namanya, yang setelahnya langsung meraih ponsel yang masih berada di dalam tasnya. Ya, perempuan itu tidak begitu suka berbasa-basi, apalagi dengan kondisi pikirannya yang sedang tidak karuan seperti ini.
Namun, melihat respon yang tidak bersahabat seperti itu, perempuan berkerudung merah jambu tadi justru kembali tersenyum. Ia kemudian meraih sesuatu dari dalam tasnya dan mengeluarkan dua buah buku berukuran kecil; buku Al Matsurat. Disodorkannya salah satu dari kedua buku tadi kepada perempuan itu. "Udah dzikir pagi belum? Kalau belum, kita dzikir pagi sama-sama, yuk." Ajaknya.
Sejujurnya perempuan itu merasa tidak nyaman dengan sikap terlalu bersahabat yang ditunjukkan oleh perempuan berkerudung merah jambu itu. Ia pun hanya merespon dengan senyumannya yang tampak setengah-setengah sembari meraih buku Al Matsurat yang disodorkan kepadanya, yang kemudian ia buka-buka isinya dengan malas; berusaha menghargai perempuan yang entah mengapa tetap tersenyum kepadanya―menyebalkan sekali. Dan meski direspon seperti itu, perempuan berkerudung merah jambu itu tidak menampakkan kegoyahannya sama sekali. Ia justru terlihat bersemangat dan malah menuntun perempuan itu untuk mengikuti apa-apa yang dibacanya dari buku kecil itu. Mau tidak mau, perempuan tadi pun akhirnya ikut membacanya; meski dengan setengah hati.
Namun, tidak sampai lebih dari lima menit waktu yang dibutuhkan oleh perempuan itu untuk tetap terfokus pada bacaan dzikir paginya saat itu. Perlahan-lahan ia pun mulai goyah, mengedarkan pandangannya ke pojok-pojok surau seperti yang dilakukannya saat pertama kali menginjakkan kakinya ke dalam surau sambil bergumam; berusaha tetap mengikuti bacaan yang dilakukan perempuan berkerudung merah jambu itu. Dan diakhir perjalanan pandangannya ke setiap pojok-pojok surau, perempuan itu justru memerhatikan perempuan berkerudung merah jambu yang sedang duduk sempurna di sampingnya.
Sejujurnya perempuan itu merasa tidak nyaman dengan sikap terlalu bersahabat yang ditunjukkan oleh perempuan berkerudung merah jambu itu. Ia pun hanya merespon dengan senyumannya yang tampak setengah-setengah sembari meraih buku Al Matsurat yang disodorkan kepadanya, yang kemudian ia buka-buka isinya dengan malas; berusaha menghargai perempuan yang entah mengapa tetap tersenyum kepadanya―menyebalkan sekali. Dan meski direspon seperti itu, perempuan berkerudung merah jambu itu tidak menampakkan kegoyahannya sama sekali. Ia justru terlihat bersemangat dan malah menuntun perempuan itu untuk mengikuti apa-apa yang dibacanya dari buku kecil itu. Mau tidak mau, perempuan tadi pun akhirnya ikut membacanya; meski dengan setengah hati.
Namun, tidak sampai lebih dari lima menit waktu yang dibutuhkan oleh perempuan itu untuk tetap terfokus pada bacaan dzikir paginya saat itu. Perlahan-lahan ia pun mulai goyah, mengedarkan pandangannya ke pojok-pojok surau seperti yang dilakukannya saat pertama kali menginjakkan kakinya ke dalam surau sambil bergumam; berusaha tetap mengikuti bacaan yang dilakukan perempuan berkerudung merah jambu itu. Dan diakhir perjalanan pandangannya ke setiap pojok-pojok surau, perempuan itu justru memerhatikan perempuan berkerudung merah jambu yang sedang duduk sempurna di sampingnya.
Cukup banyak yang ia perhatikan saat itu. Mulai dari wajah, tangan, cara berbicara, dan bagian-bagian lainnya. Sesekali ia mengagumi sosok perempuan itu, terlebih karena struktur wajahnya yang terlihat tegas dan berkharisma. Ia mengakui, bahwa perempuan yang berada di sampingnya itu memiliki wajah yang cantik―hidung mancung sedikit bengkok di ujungnya, kulit yang putih, alis tebal, bulu mata lentik, dan mata yang dalam―yang entah mengapa terlihat seperti campuran arab-sunda. Gamis yang digunakannya pun tampak anggun dengan aksen sulaman di bagian bawahnya.
Dan diperhatikan begitu, perempuan berkerudung merah jambu itu pun menghentikan sejenak bacaannya, yang lalu kemudian bertanya. "Kenapa? Ada yang aneh dengan saya?" Sehingga sempurna membuat perempuan itu terkejut dan menjadi sedikit terbata-bata setelahnya.
- To be continued.