"Semenjak tinggal di Jakarta, gue jadi ngeliat kehidupan yang jomplang tahu, Nan."
Saya berpikir sebentar. "Jomplang gimana maksudnya?"
"Ya gitu. Ada orang yang kaya banget, kehidupannya glamour. Setiap hari bisa belanja sampai berjuta-juta di mall-mall besar. Rumah, pakaian sama mobilnya bagus-bagus dan pastinya mahal-mahal. Tapi ada juga kayak yang tadi kita lihat. Baju compang-camping, yang kayaknya bisa makan sehari sekali aja udah Alhamdulillah, terus tidurnya malah di gerobak pinggir jalan. Jomplang banget, kan?"
Saya mengangguk-angguk, lalu baru memahami alasan mengapa teman saya ini tadi agak sedikit terkejut sewaktu melihat seorang bapak-bapak yang sedang menata barang-barangnya ke dalam gerobak―yang di dalamnya juga terdapat seorang ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya yang masih balita.
"Berarti seharusnya kita harus lebih bersyukur dengan apa yang kita punya kan, X?"
"Iya. Sayangnya terkadang kita lupa bersyukur karena terlalu banyak berharap, padahal Allah udah banyak banget ngasih kita nikmat yang kalau dihitung-hitung ya nggak akan bisa, kelewat banyak."
"Berarti seharusnya kita harus lebih bersyukur dengan apa yang kita punya kan, X?"
"Iya. Sayangnya terkadang kita lupa bersyukur karena terlalu banyak berharap, padahal Allah udah banyak banget ngasih kita nikmat yang kalau dihitung-hitung ya nggak akan bisa, kelewat banyak."
#bagiandarijurnalkajian
mungkin redaksinya berbeda, tapi Insya Allah intinya sama